Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Harapan

Harapan  [ha·rap·an] -  bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pernahkah kau berharap? tentu pernah, tak usah kau menghindari jawab iya untuk pertanyaan itu. Semua orang pernah berharap, dan semua orang berhak untuk berharap. Harapan menjadi jalan bagi banyak umat manusia untuk dapat menyusuri hidupnya, harapan menjadi alasan bagi hampir semua orang untuk bersemangat dalam menjalani hidupnya.  Harapan menjadi kosa kata universal, yang dapat diamini oleh semua jenis orang dimuka bumi ini, darimana pun asalnya, apapun kepercayaannya, hingga yang memilih untuk tak percaya sekalipun. Dengan memiliki harapan, ada tujuan dalam menjalani hidup ini. Setiap harapan, memiliki dasar yang membangkitkannya, yang menjadi topangan berdirinya. Setiap orang tentu memiliki alur yang berbeda dalam memunculkan harapan ini didalam dirinya. Mungkin sebagian dapat berharap hanya karena ia merasa a

Berubah?

Hujan selalu berhasil membawaku untuk merenung. Apapun, mengalir seperti derasnya air yang turun dari atas sana, menggenang dan membuatku kembali mengenang. Sebelum kutuliskan renunganku itu, izinkan aku membawamu masuk kedalam ceritaku terlebih dahulu, agar kau merasa ada disisiku mengamatiku dan ceritaku. Ini hari ke 8300an yang kulalui dalam hidup ini. Kuhabiskan hariku ini dengan berbagai hal. Ujian dipagi hari, bersosialisasi bersama makhluk-makhluk lab yang sudah menemaniku lebih dari setengah tahun ini, mengurusi beberapa urusan administrasi perihal penelitianku, bermain video game bersama teman sejawat, hingga melanjutkan penelitianku yang sudah 2 bulan ini tidak berprogress jauh. Tentu semua tidak kulakukan secara bersamaan. Semua bergantian, hingga akhirnya malam tiba. Kusegerakan menyelesaikan agendaku di lab pada hari itu, tersisa aku sendiri didalamnya, hingga tepat saat aku akan beranjak, tiba 2 orang lain yang sepertinya akan lembur malam ini. Kusampaikan kata

Hujan 60 menit

Tadi siang aku sedang dalam perjalanan menuju ke Cihapit, sampai butiran air tiba-tiba turun dari atas dan membubarkan keramaian di jalanan Surapati. Beberapa motor tampak tetap melanjutkan lajunya, ah ternyata mereka sudah lebih siap menggenakan jas hujan untuk menutupi tubuh mereka terlebih dahulu sebelum rintik ini datang. Selebihnya yang tampak tetap melaju adalah mobil-mobil pribadi dan beberapa bus pariwisata yang cukup lumayan jumlahnya hari itu. Kuputuskan menepi disebuah gerbang masuk sebuah kantor yang cukup besar dan tentunya teduh. Sudah terdapat puluhan motor terparkir didepannya, memaksaku memarkirkan motorku sedikit lebih ketengah bahu jalan. Hujan siang itu sangat deras, cukup untuk mengalirkan debit air yang besar dan menutupi permukaan-permukaan yang sedikit lebih rendah dibanding sekitarnya. Kupilih tempat yang agak tinggi, agar sepatuku aman dari genangan air tersebut. Semakin lama tempat tersebut semakin ramai saja, dan sekilas jalanan yang tadinya penuh kendar

Selamat pagi, Siang!

Pukul 12. Sudah sangat siang untuk memulai hari. Setengah jam kuhabiskan hanya untuk membuka semua medsosku, memeriksa pesan, dan keadaan diluar sana. Sebelum aku ikut bergabung dengan sibuknya dunia hari ini. Ah kebanyakan mengenai urusan penelitianku yang belum kunjung beranjak jauh. Sisanya jejak-jejak kesibukan manusia lain yang sudah lebih dulu memulai harinya dibanding aku, dan ulang tahun teman sekaligus saudaraku di kota ini, ya setidaknya seperti itulah aku menganggap dia. Kuucapkan sekedarnya saja, karena aku sendiri adalah orang yang sebenarnya tidak terlalu peduli dengan tradisi pengulangan tahun yang menandai penambahan umur ini. Dengan lampu kamar yang masih dalam keadaan mati, kucoba beranjak melawan kuatnya gravitasi kasurku hari ini. Kuambil sisa kue yang kubeli tengah malam tadi, yang seperti biasanya selalu berlebihan. Malam tadi aku ke cikutra, hanya untuk membeli kue ini. Selain tentunya membuang pikiranku yang sudah berhari-hari ini hanya menunjukkan silu

Ia

Bapa Engkau mengenalku Lebih dari siapa pun Engkau tahu ceritaku Dan isi hatiku Tak peduli masa lalu Engkau tetap memilihku Ubahkanku, sempurnakan Jadi karya yang indah Kini aku percaya Tiada yang mustahil bagi-Mu Kuasa-Mu, kuatkanku Dasar kuberharap Kini aku berserah Pada rancangan-Mu bagiku Kuikuti panggilan-Mu Ku kan setia Sampai akhir hidupku Aku kan setia pada-Mu, Yesus Aku kan setia, untuk panggilan-Mu padaku Kini aku percaya tiada yang mustahil bagi-Mu Kuasa-Mu kuatkanku, dasar ku berharap Kini aku berserah pada rancangan-Mu bagiku Kuikuti panggilan-Mu ku kan setia sampai akhir hidupku Kuikuti panggilan-Mu ku kan setia sampai akhir hidupku Headset terpasang dikedua telingaku, terhubung ke sebuah laptop yang sudah menemaniku kurang lebih 3 tahun ini. Dengan sengaja aku memutar (kembali) sebuah lagu yang selalu berhasil membuatku terdiam dan  mengajakku untuk merenungi bait demi bait bahkan sampai pada setiap kata demi kata yang tersurat dari untaian lirik di

UNTUK AKU

Munculnya kamu dalam peraduan hidup. Mengejutkanku akan alur takdir. Berdiam kamu dalam pagi yang dingin. Menanti surya yang kan meninggi. Baik-baik saja, Ia. Merasakan hangat mentari. Menikmatinya. Cukup lama, sampai meninggi sang surya. Mulai beranjak, mencoba properti hidup yang dihadiahi takdir. Satu persatu, hingga dua tiga dan selanjutnya. Mulai bermain, memunculkan gambar dalam anganmu. 60 derajat diufuk timur sana cahaya memantau. Menjadi saksi bangunnya ambisi tak terarahmu. Buah sekitar yang menusuk dalam pikirmu. Terasa luas, namun sempit. Sungguh. Tertutup segala batas. Dikelilingi kebiasaan. Sampai kamu punya asa. Siap tuk dituliskan. Tinta hidup yang masih cukup. Ujung pena yang siap digoreskan. Mulai dari mana? tak ada yang arahkan. Kamu bingung, aku dan ia hanya mengikutimu. Sampai tepat diatas kepala. Nafas terengah. Mata yang menyayu. Bukan. Bukan karena waktu. Karena memang belum waktunya. Takdir yang bias, jiwa yang buta. Ya! karena i

Vanadium

Kau adalah Vanadiumku. Kuat, tangguh tak terhancurkan. Kau adalah Vanadiumku. Saat yang lain sekedar menebar manis, Kau hadir sebagai penawar yang ampuh, membantu insulinku bekerja lebih tangguh, hingga aku tetap utuh disampingmu. Kau adalah Vanadiumku. Rapuh, ketika hanya berdiri sendiri. Tapi akulah Ferrummu. Yang ketika kita berpadu, menjadi jauh lebih tangguh. Kau adalah Vanadiumku. Yang menjadi penyebab tingginya resiko terluka ku. Saat kau diambil oleh zat yang salah. Meski itu kau anggap aspirin sekalipun. Bandung, 8 Februari 2019.

WAKTU

Suatu kali, ketika aku masih kecil, ntah usia berapa, mungkin disekitar 5-7 tahun, kalau aku tidak lupa dan menjadi salah, pernah suatu kali aku berpikir, tidak terlalu serius, hanya berlagak serius tentunya, seperti mereka-mereka yang pada waktu itu  mengandalkan sisi serius menjadi sudut pandang kehormatan, dalam pikirku aku bertanya, akan jadi apa aku kelak ketika sudah besar, dan bagaimanakah aku nanti?. Ah, tidak usah terlalu serius mengenai jawabnya, karena pasti semua seperti templete kanak-kanak yang termindset pada saat itu. Beberapa tahun kemudian, mungkin diusia 12 tahun, kembali dalam pikirku aku bertanya, akan seperti apa aku besar nanti? jadi apa? bagaimana?. Dan kali ini aku berani menjamin, pasti terjadi sedikit perubahan bayang mengenai apa aku saat besar, dibanding ketika aku memikirkan diusia 7 tahun tadi. Mau bukti? tidak usah, aku juga sudah lupa. Kemudian di tahun-tahun berikutnya semakin sering aku bertanya pada diriku, mengenai akan seperti apa aku nanti sa