Munculnya kamu dalam peraduan hidup. Mengejutkanku akan alur takdir. Berdiam kamu dalam pagi yang dingin. Menanti surya yang kan meninggi. Baik-baik saja, Ia. Merasakan hangat mentari. Menikmatinya. Cukup lama, sampai meninggi sang surya. Mulai beranjak, mencoba properti hidup yang dihadiahi takdir. Satu persatu, hingga dua tiga dan selanjutnya. Mulai bermain, memunculkan gambar dalam anganmu. 60 derajat diufuk timur sana cahaya memantau. Menjadi saksi bangunnya ambisi tak terarahmu. Buah sekitar yang menusuk dalam pikirmu. Terasa luas, namun sempit. Sungguh. Tertutup segala batas. Dikelilingi kebiasaan. Sampai kamu punya asa. Siap tuk dituliskan. Tinta hidup yang masih cukup. Ujung pena yang siap digoreskan. Mulai dari mana? tak ada yang arahkan. Kamu bingung, aku dan ia hanya mengikutimu. Sampai tepat diatas kepala. Nafas terengah. Mata yang menyayu. Bukan. Bukan karena waktu. Karena memang belum waktunya. Takdir yang bias, jiwa yang buta. Ya! karena i...